Ketika Hamster pertama kali masuk ke Indonesia (diperkirakan pada
tahun 1996), dalam waktu singkat banyak orang yang tiba-tiba tertarik
menjadi peternak hamster. Alasan utama karena hamster memang sangat
mudah diternakkan. Terhitung 18-21 hari sejak dikawinkan (mating), induk betina akan segera melahirkan pups (sebutan untuk bayi-bayi hamster) antara 6-8 bayi.
Dalam rentang waktu 18-21 hari berikutnya, sang induk kembali akan
melahirkan bayi-bayi baru. Terutama jika tetap menggabungkan jantan di
kandang betina. Bahkan jika jantan dipisah sekalipun, masih sangat
terbuka kemungkinan betina kembali melahirkan (berkat kemampuan betina
untuk menimbun sperma).
Fakta tentang produktivitas luar biasa dari hewan kecil nan imut ini,
sekaligus menyimpan sisi negatif. Ibarat pedang bermata dua, hobiis dan
penyuka hamster dalam waktu singkat juga bisa mengalami over populasi.
Ujung-ujungnya, pensiun dini pun tak terhindarkan!
Di sisi lain, minimnya pengetahuan akan seluk beluk hamster, termasuk
spesies, varian, dan genetikanya, membuat kondisi perhamsteran di
Indonesia makin lama bukannya makin maju, namun justru semakin terpuruk.
Ini lantaran kualitas hamster yang dihasilkan, baik oleh para
peternak massif, peternak kecil-kecilan, peternak kagetan, hingga hobiis
dan para pemelihara kagetan, umumnya masih jauh dari standar hamster
sehat dan berkualitas. Yang lebih parah dan memiriskan hati, berbagai
macam spesies disilang secara serampangan, baik di sengaja maupun tidak
disengaja, disadari maupun tidak. Walhasil, kemurnian spesies hamster di
Tanah Air saat ini sudah sangat diragukan.
Berangkat dari kondisi itu, saya menemukan sejumlah tulisan yang bisa
sangat bermanfaat bagi siapa saja yang merasa tertarik dan terpanggil
untuk membenahi kondisi hobi perhamsteran di Indonesia.
Tulisan ini mencoba merangkum “kode etik” yang sebaiknya dimiliki dan
diterapkan oleh siapa saja yang mencoba menernakkan hamster, baik dalam
skala kecil maupun besar, baik sekadar iseng ataupun secara tak
sengaja.
Salah seorang peternak hamster asal California, AS, bernama Nichole Royer, berpendapat bahwa
Para peternak maupun hobiis hamster sudah seharusnya memiliki
tanggung jawab. Bukan saja tanggung jawab untuk menghasilkan hamster
yang elok dan berwarna indah dipandang mata, tapi yang terpenting adalah
sehat.
Khusus bagi mereka yang merasa sudah menjadi peternak hamster,
memiliki tanggung jawab untuk “protect and preserve” hamster, dalam
pengertian menjaga kemurnian dan kelangsungan berbagai spesies
hamster. Seorang breeder mendapatkan pengakuan jika hamster yang diproduksi di peternakannya adalah hamster-hamster yang berkualitas.
Etika Umum Memelihara Hamster
1. Menjamin bahwa hamster yang dipelihara berada di
lingkungan pemeliharaan yang sudah sesuai dengan kebutuhan fisik,
emosi, dan psikologi hamster. Termasuk kandang, nutrisi yang baik dan
benar, dan perawatan kesehatan secara rutin.
2. Memiliki tanggung jawab dan kecintaan sebagai pet owner
3. Belajar dan mencari pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hamster dan pemeliharaannya.
Etika Beternak Hamster
a. Paham dan mengerti mengenai spesies dan variasi hamster
yang akan diternakkan, termasuk temperamen, dan karakter setiap induk
yang akan diternakkan.
b. Hanya mengawinkan hamster yang sudah memasuki usia matang
untuk berproduksi, berada dalam kondisi sehat, bebas dari penyakit
turunan, bebas dari parasit, dan berkarakter bagus.
c. Segera menghentikan produksi pada indukan yang diketahui menghasilkan anak-anak yang berpenyakit bawan, seperti back flipping, pacing, circling, dan bertemperamen buruk.
d. Tidak memaksakan menjodohkan sepasang hamster yang ternyata sangat sulit dipasangkan.
e. Memastikan bahwa induk yang tengah hamil dan menyusui
bisa tercukupi kebutuhannya secara standar, mulai dari nutrisi,
bedding, kandang, dan kebutuhan emosional/psikologis.
f. Demi menjaga kesehatan reproduksi induk betina,
sebaiknya memisahkan jantan segera setelah dipastikan induk betina
sudah hamil.
g. Memisahkan anak-anak hamster sesuai jenis kelamin pada
dua kandang yang berbeda demi menjaga perkawinan pada usia muda.
Etika Berjualan Hamster
a. Tidak menjual anakan hamster Syrian di bawah umur 1
bulan, dan tidak menjual anakan hamster dwarf (Campbell, WW, Hibrid,
Roborovski) di bawah 25 hari.
b. Memisahkan hamster betina dan jantan pada kandang yang berbeda
c. Tidak menumpuk hamster dalam kandang yang sempit pada display
d. Hanya menjual hamster yang sehat, dan menjamin kondisi kesehatan hamster pada saat dijual
e. Memastikan bahwa pembeli sudah paham dengan hamster yang dipilih, termasuk soal asal usul genetika indukan.
f. Membekali pembeli dengan pengetahuan mendasar tentang
pemeliharaan dan perawatan hamster. Terutama mengenai tingkat
produktivitas hamster yang sangat tinggi.
g. Siap menjawab dan membantu konsultasi kepada pembeli kapan saja diminta.
h. Saat menjual kepada calon breeder baru,
bersedia berbagai ilmu dan pengetahuan demi menjamin bahwa tidak akan
ada hamster yang lahir dalam kondisi yang salah.
Etika memelihara, beternak, dan berjualan hamster yang dipaparkan di
atas, merupakan etika yang dipatuhi oleh para peternak di negara-negara
maju. Beberapa di antaranya saya tambahkan dan saya kurangi untuk
penyesuaian dengan kondisi di Tanah Air.
Yang terang, etika di atas merupakan pandangan pribadi saya. Meskipun
terlihat ideal, dan terkesan sok idealis, sebetulnya itu belum apa-apa
dibanding etika yang dimiliki oleh sejumlah peminat, pemerhati, dan
peternak hamster lainnya.
Sebut contoh, Linda Price, President of California
Hamster Association (CHA), yang juga peneliti dan juri kontes hamster
internasional, malah memiliki pandangan yang lebih ekstrem lagi.
Menurutnya, ada ratusan ribu hamster mati setiap tahunnya hanya
karena pemiliknya tidak paham soal memelihara hamster dengan baik dan
benar. Jutaan hamster lainnya berdesak-desakan di berbagai petshop dan
lapak hamster dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebagian mungkin
menunggu giliran sebagai santapan makan malam ular.
Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa “hanya ada satu alasan yang bisa
diterima” untuk menernakkan hamster. Yaitu, untuk menghasilkan anakan
hamster yang lebih bagus dan lebih berkualitas dari kedua indukannya.
Prinsip ini banyak dianut oleh peternak hewan peliharaan lain, seperti
kucing, anjing, kuda, dll.
Saya kutip kalimatnya, “Breeding is and should be far more than just
putting two hamsters together. All the babies should be healthy and
should be good pets… not JUST nice pets and that are MORE than healthy…”
Baginya, berternak hewan apapun, mengandung unsur seni yang tinggi.
Peternak jangan hanya bertujuan menghasilkan “a nice pet” tapi juga
mampu memproduksi “Beautiful example of its variety.”
Bagaimana jika Anda menjadi peternak hamster dalam rangka bisnis?
Inipun sah dan tidak ada hukum positif apapun yang melarang. Cuma, Anda
harus camkan baik-baik apakah bisnis beternak hamster memang
menguntungkan?
Saya kutip Linda lagi, “If you breed quality hamsters in a
responsible manner and if you provide for all their needs to the best of
your ability, you cannot make significant money.”
Artinya, bahkan di luar negeri sekalipun, memproduksi hamster
berkualitas dan mempertahankan kualitas itu dengan segala perawatan
yang maksimal, ternyata tidak menguntungkan. Lebih besar modal dari uang
yang bisa diperoleh.
Sebaliknya, “If you skimp, if you provide the minimum of everything,
the least expensive feed (grain or inexpensive dog food), cheap bedding
(cedar or pine), clean out as rarely as possible, breed in huge
numbers, and sell to the commercial pet industry (pet stores), you can
make money. You would not, however, be considered an ethical or
responsible breeder. “
Kira-kira begini maksudnya: Kalo mau mengejar keuntungan, produksilah
hamster sebanyak mungkin, kasih makanan paling murah (di Indonesia bisa
pur babi atau pur ayam), pakai bedding paling murah, tidak perlu rajin
membersihkan kandang, dan jual ke pet shop atau ke pasar hewan dengan
harga grosir. Dan jangan pedulikan etika dan tanggung jawab.
Tapi menurut saya, kondisi kedua ini tidak berlaku di Indonesia, di
mana begitu banyak orang kini beramai-ramai ikut beternak hamster. Pada
akhirnya, pasar jenuh dan harga pasaran pun terjun bebas tak terkendali.
Ujung-ujungnya, semakin banyak hamster yang mati sia-sia lantaran tidak
juga sampai ke tangan pemelihara.
Peternak dan pedagang hamster yang bisa survive dalam
bisnis, hanyalah mereka yang melakukan ekstensifikasi bisnis dengan
berdagang berbagai macam produk yang berkaitan dengan hamster maupun
hewan peliharaan lainnya. Semata-mata beternak dan berdagang hamster
saja, dalam skala apapun, menurut saya, cepat atau lambat akan padam
secara bisnis.
Ada juga alasan lain orang menernakkan hamster, yaitu ingin
memproduksi warna lain untuk memperbanyak koleksi. Menurut Linda,
“Breeding JUST to make more of that color is not an acceptable goal.”
Dan saya setuju!
Beternak hamster memang bukan sekadar memproduksi warna lain. Di
Indonesia, tidak ada warna yang masuk kategori langka, kecuali Campbell
Argente Black Eye dan derivasinya. Dan tidak ada warna yang terlalu
sulit untuk diproduksi. Beternak hanya untuk mengejar warna tanpa
mempedulikan faktor kesehatan, temperamen, dan kesesuaian spesies, bukan
lah beternak secara bertanggug jawab.
Saya pun sangat sepakat bahwa “Breeding any kind of an animal is an art form".
Source:HFG-Friends dan berbagai sumber.