Siapa yang belum mengenal cacing darah? Tentu para pencinta ikan sudah sangat akrab dengan makhluk yang satu ini. Ya, cacing darah telah dikenal secara umum bagi para feeder atau pembudidaya ikan dan para pencinta ikan di dunia sebagai pakan alami. Tapi tahukah kalian tentang kehidupan dari cacing darah itu sendiri?. Berikut ini tim KSA akan mengulas sedikit tentang Cacing darah (Bloodworm)
Cacing darah atau bahasa kerennya bloodworm sering disalah artikan sebagai cacing sutera. Ini dikarenakan cacing darah dan cacing sutera sama-sama berwarna merah. Tapi siapa sangka, cacing darah di sini walau berwarna merah namun makhluk ini merupakan larva dari serangga dari ordo Diptera (nyamuk) jenis Chironomus, yang merupakan jenis nyamuk yang hanya menghisap nektar bunga / tanaman dan tidak menggigit.
Larva chironomus sp atau lebih dikenal sebagai cacing darah atau bloodworm merupakan larva dari serangga yang termasuk ke dalam family nyamuk. Chironomus mengalami metamorphosis sempurna, memiliki empat stadia hidup, yaitu telur , larva, kepompong dan dewasa.
|
Cacing Sutera yang sering disangka sebagai Bloodworm |
|
Cacing Darah yang merupakan larva dari nyamuk Chironomus sp |
|
Chironomus sp dewasa |
Habitat
Sebagai serangga air, diptera kebanyakan ditemukan pada berbagai tipe perairan. Larva chironomus mudah ditemukan di daerah litoral maupun profundal perairan tergenang. Tidak seperti kebanyakan nyamuk, larva (jentik) nyamuk chironomus hidup di dasar substrat dan membentuk tabung pada subtract sebagai tempat tinggalnya. Larva chironomus juga bersifat dentritus atau sebagai pengurai bahan organic yang membusuk pada dasar perairan.
Siklus hidup
Setelah proses pemijahan, induk betina akan meletakkan massa telurnya di permukaan air yang akan tenggelam ke dasar perairan dan kemudian menetas menjadi larva. Siklus hidup dari telur hingga mencapai dewasa biasanya memakan waktu kurang dari satu minggu atau bahkan lebih dari setahun tergantung jenis spesies dan musim.
Induk chirunomus meletakkan telurnya di tempat yang mengeluarkan aroma khas dari poses pembusukan bahan organik. Telur chironomus ini selalu ditemukan pada pagi hari, sehingga dimungkinkan induk meletakkan massa telurnya pada malam hari. Massa telur chironomus berisi 100 sampai 2000 butir telur dan akan menetas dalam waktu 24 sampai 36 jam.
Setelah telur menetas akan keluar larva yang berbentuk memanjang seperti belatung. Berukuran 1 – 100 mm. kepala tersusun atas sklerotin, thorax tidak memiliki pasang kaki, tidak memiliki bakal sayap, abdomen 8 – 10 ruas.
Larva chirunomus mempunyai habitat akuatik dan bersifat saprofog atau dentrivor, ada beberapa jenis yang hidup dan membuat suatu tempat berbentuk tabung yang biasa ditemukan di dasar kolam atau bak air. Imago sebagian besar bersifat nocturnal, banyak ditemukan di sekitar cahaya. Larva akan hidup hingga 1 – 2 minggu yang kemudian akan berubah menjadi pupa. Sebelum masa inilah larva chironomus atau dikenal juga sebagai cacing darah biasa dipanen sebagai pakan alami ikan. Setelah beberapa hari menjadi pupa, chironomus akan keluar dari pupanya menjadi chironomus dewasa yang berupa nyamuk pemakan nectar. Chironomus deawa sendiri hanya bertahan hidup sekitar 2 – 3 hari.
Cacing darah sebagai pakan alami
cacing darah telah banyak dikenal sebagai pakan alami, hal ini didukung juga oleh penelitian-penelitian terhadap kadungan nilai gizi yang terdapat pada cacing darah itu sendiri. Hasil analisa menunjukkan bahwa cacing darah mengandung 9,3% bahan kering yang terdiri dari 62,5% protein, 10,4% lemak dan 11,6% abu dengan 15,4% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kandungan protein larva chironomus yang sangat tinggi mencapai 60% yang dapat dicerna langsung oleh ikan, serta lemak 10% inilah yang mendukung kecepatan pertumbuhan ikan. Selain itu juga larva chironomus mengandung pigmen karoten berupa astaxanthin yang mencerahkan warna pada ikan.
Cacing darah sebagai indikator perairan tercemar
Selain kandungan gizinya yang tinggi, cacing darah juga digunakan sebagai indikator pencemaran air. Mengapa demikian?. Cacing darah rentan terhadap kualitas perairan, dimana cacing darah ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kualitas air. Cacing darah hidup pada lingkungan yang memiliki suhu sekitar 24 – 29 oC, kandungan DO 4 – 8 mg/l dan kandungan pH yan berkisar antara 6 – 8. Selain parameter tersebut, terdapat juga parameter lain seperti kedalaman dan bahan organik. Jika keadaan perairan tidak mendukung parameter tersebut, cacing darah tidak dapat berkembang dengan optimal atau bahkan tidak ditemukan di perairan tersebut.