Para penggemar atau breeder ikan tentu akan sedih bilamana pakan untuk ikan kesayangannya susah dicari. Pakan ikan memang salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam budidaya perikanan, baik itu ikan hias atau ikan produksi. Memang, sebagian pakan ikan sudah bisa digantikan dengan pakan buatan yang lebih praktis dan mudah mendapatkannya. Namun pakan alami khususnya cacing sutera (tubifex) tetap dibutuhkan sebagai penyeimbang nutrisi ikan agar berkembang secara optimal. Cacing sutera sebagai pakan alami sangat dibutuhkan oleh pembudidaya ikan khususnya dalam usaha pembenihan ikan. Cacing tubifex ini sangat sesuai untuk memacu pertumbuhan benih ikan. Cacing darah atau cacing sutera ini sangat sesuai baik dari ukuran yang pas buat mulut benih ikan termasuk juga kandungan protein yang tinggi sehingga lebih cepat memacu pertumbuhan benih ikan.
Cacing sutera atau cacing darah ini kebanyakan diperoleh dari sumber alam yaitu dengan memanen dari sungai atau parit. Hal ini tentu saja tidak dapat mengimbangi perkembangan kebutuhan para breeder ikan akan pakan alami tersebut. Dewasa ini permintaan ikan baik hias maupun produksi semakin melejit. Para pembudidaya ikan semakin maju dalam menerapkan teknik budidaya yang lebih modern baik secara intensif maupun ekstensif. Mereka semakin efisien dan efektif dalam manajemen budidaya ikan. Waktu panen produksi ikan diharapkan semakin cepat karena akan meningkatkan turnover produksi yang nota bene juga akan meningkatkan kocek para pembudidaya ikan. Kecepatan panen tentu saja harus diimbangi dengan penyedian pakan yang bergizi tinggi sehingga masa panen akan semakin pendek. Oleh sebab itu penyediaan pakan alami seperti cacing sutera harus berimbang dengan kebutuhan para petani ikan tersebut.
Saat ini kebutuhan akan cacing sutera memang tidak terbatas karena banyaknya usaha budidaya perikanan. Sedangkan para penyedia cacing sutera belum bisa memenuhi sepenuhnya permintaan yang ada. Cacing sutera hasil tangkapan dari alam tidak sepanjang waktu tersedia. Cacing ini biasanya mudah dijumpai pada saat musim kemarau dimana air sungai surut. Namun pada saat musim penghujan dimana air sungai meluap, habitat cacing akan tersapu air sungai sehingga sulit diperoleh sehingga pasokannya menurun drastis. Sehingga budidaya cacing tubifex ini peluang emas yang dapat mendatangkan rejeki karena kebutuhan pasar yang tinggi, minim lahan dan minim biaya pemeliharaan.
Dalam usaha budidaya cacing darah atau cacing sutera ini ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan seperti aspek teknis, ekonomis dan sosial. Aspek pertama adalah aspek teknis yang mempertimbangkan teknik budidaya termasuk lokasi budidaya cacing sutera. Budidaya cacing ini bisa dilakukan dikolam tanah yang subur unsur hara, tidak mengandung bahan cemaran kimia berbahaya, sumber air bisa dari sumur atau sungai yang sudah diendapkan untuk menghindari adanya bahan kimia yang berbahaya dalam budidaya cacing sutera. Selain kolam tanah, budidaya cacing bisa menggunakan kolam terpal yang saat ini populer sebagai media budidaya pengganti tanah atau semen. Namun kekurangan kolam tanah dan terpal adalah penyediaan lahan budidaya yang luas dan ratio antara luas area dan jumlah panen yang kurang maksimal. Sehingga kedua media budidaya ini kurang optimal. Saat ini yang baru dikembangkan adalah budidaya cacing sutera dengan menggunakan nampan plastik dan disusun dalam rak vertikal sehingga hemat lahan dan memaksimalkan hasil panen. Aspek ekonomi harus melihat letak lokasi budidaya agar tidak meningkatkan biaya yang tidak perlu seperti jarak antara lokasi budidaya dan pasar, lokasi budidaya dan ketersediaan sumberdaya misal penyediaan sumber air, jaringan listrik dsb. Aspek sosial mempertimbangkan dampak sosial dalam budidaya cacing darah seperti jarak antara lokasi budidaya dengan pemukiman penduduk karena dimungkinkan akan muncul pencemaran bau yang akan mengganggu warga sekitar.
Teknik budidaya dengan menggunakan baskom/nampan plastik yang disusun vertikal lebih disarankan karena akan memotong kebutuhan luas lahan, biaya investasi termasuk biaya pemeliharaan. Termasuk pengelolaan budidaya dan perencanaan produksinya lebih mudah dilakukan. Teknik budidaya cacing sutera dalam nampan plastik masih relatif baru diperkenalkan dan belum banyak pelaku usaha yang menggunakan cara budidaya seperti ini. Nampan plastik ini mudah dan murah untuk mendapatkannya. Biaya penyusutannya juga selain menggunakan wadah plastik juga menerapkan SCRS (Semi-Closed Re-sirculating System) alias mendaur ulang air yang sudah ada dengan bantuan pompa air yang mendistribusikan dari kolam/tabung penjernih kembali ke wadah budidaya. Untuk meningkatkan kualitas oksigen terlarut dalam kolam penampungan/penjernih air bisa menggunakan aerator ataupun blower. Rak penyusun wadah bisa terbuat dari kayu atau bambu. Namun waktu ekonomis dan kekuatan dari kedua bahan tersebut tidak lama meski lebih murah. Opsi lainnya adalah menyusun wadah dalam rak besi atau alumunium namun biaya pembuatannya yang lebih mahal namun diimbangi dengan masa pakai dan kekuatan yang lebih bagus.
Untuk penyiapan habitat cacing sutera menggunakan lumpur yang kaya unsur organik. Lumpur ini bisa diambilkan dari lumpur dari kolam pemeliharaan ikan misalnya ikan lele. Namun bila sulit ditemukan bisa menggunakan campuran lumpur sawah/saluran air, kotoran ayam, ampas tahu, dedak dengan komposisi 5 : 1 : 1 : 1 dan ditambah bahan probiotik/tetes tebu (molase). Biarkan campuran lumpur ini selama satu minggu untuk proses fermentasi dalam wadah tertutup (tong/gentong) dan diberi lubang angin kecil untuk kebutuhan oksigen selama proses fermentasi berlangsung. Setelah kurang lebih seminggu media lumpur siap dijadikan sebagai habitat budidaya cacing sutera dengan ciri-ciri tidak menimbulkan bau busuk. Lumpur fermentasi ini kemudian disebarkan ke masing-masing wadah budidaya dengan ketebalan lk 4-5 cm dan biarkan selama seminggu sebelum penebaran bibit cacing.
Bibit cacing bisa diambil dari alam seperti sungai, selokan, parit yang kaya organik atau dari hasil budidaya. Bibit cacing dapat diambil dengan bantuan serokan kain kasa halus dan diambil dengan hati-hati agar tidak banyak bibit cacing yang mati. Bibit cacing yang terkumpul kemudian dibersihkan dengan air bersih hingga gumpalan-gumpalan lumpur hilang dan tinggal cacing yang terlihat sudah bersih.
Bibit cacing ini kemudian bisa disebar dalam wadah budidaya dan senantiasa di cek untuk melihat apakah media budidaya sudah sesuai atau belum. Pakan cacing sutera bisa dibuat seperti halnya membuat lumpur media budidaya yaitu dalam wadah tertutup (dan diberi saluran oksigen) dengan mencampur bahan-bahan organik seperti dedak, ampas tahu dan kotoran ayam dan biarkan mengalami fermentasi selama seminggu. Pemberian pakan hasil fermentasi ini bisa diberikan seminggu sekali kedalam masing-masing wadah budidaya cacing. Panen perdana dilakukan setelah bibit cacing dipelihara selama kurang lebih 60 hari, panen berikutnya bisa dilakukan setiap seminggu sekali. Panen dilakukan dengan bertahap yaitu tidak mengambil keseluruhan cacing namun mengambil lapisan atas media budidaya (lk 2 cm lapisan teratas). Hal ini dilakukan agar produksi atau panen dapat dilakukan secara kontinyu. Sedangkan Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Dan perlu di ingat setiap kali melakukan panen, media budidaya perlu diberikan pupuk tambahan yang mana proses pengolahannya sama seperti halnya pembuatan media budidaya seperti telah diterangkan diatas.
Pasca panen perlu diperhatikan agar kualitas hasil panen cacing sutera berkualitas dan masih bagus saat diterima oleh konsumen. Penanganan pasca panen memperhitungkan jarak atau lama waktu pengiriman. Bila jarak tempuh yang jauh sehingga distribusinya menjadi lama maka cacing sutera perlu dimasukkan kedalam kemasan tertutup/plastik dengan diberi oksigen yang cukup, namun bila jarak atau waktu pengiriman tidak terlalu lama maka cacing sutera bisa ditempatkan dalam wadah terbuka. Selamat Wirausaha.